sumber: atjehpost.com | 7 Mei 2011
Salam manis air tebu, salam rindu air mata. Salam bahagia dan
sejahtera untuk kita semua. Kehadapan yang terhormat Bapak Walikota
Banda Aceh Insyiur Mawardi Nurdin, M.Eng, Sc di kawasan kota tua yang
kumuh dan padat. Tak luput hormat saya yang tiada dua kepada Bunda
Hajjah Illiza Sa'aduddin Djamal Sarjana Ekonomi di kota Bandar Wisata
yang katanya islami. Pejabat yang satu-satunya Wakil Walikota/Bupati di
Aceh yang perempuan. Kebanggaan Bunda menjadi perwakilan perempuan di
jagat pemegang kekuasaan merupakan juga kebanggaan saya sebagai lelaki
yang membela dan mencintai ibu saya yang perempuan tentunya.
Pak
Wali, tanpa bermaksud menjatuhkan reputasi Bapak sebagai pemimpin di
kota Banda Aceh ini, saya menulis surat ini ke hadapan Bapak sekedar
meluapkan isi curahan hati saya yang mendalam. Melebihi dalamnya lubang
drainase di sepanjang jalan jalan di kota kita yang ramai pendatang.
Seiring
waktu saya yang semakin suntuk dan ribut oleh bisingnya suara gemuruh
kendaraan lalu lalang di jalan jalan kota, saya sampaikan surat ini ke
hadapan Bapak dan Bunda–saya lebih sukai menyebutnya Bunda dari
Ibu-berdua di ruang dingin tak berangin dan kursi empuk yang lembut.
Hasrat dan maksud saya sebagai warga yang hidup dan menikmati kota Banda
Aceh yang makin kotor dan suram dengan tata rumah toko yang tak layak
bangun tapi dipaksakan berdiri megah, sedangkan lahan parkir sempit yang
membuat jalan kian macet kadang kala waktu sibuk orang pakai. Izinkan
saya menulis surat ini: sepucuk surat cinta untuk Pak Walikota. Surat
ini juga saya tembuskan kepada Bunda Illiza dan harap kiranya di sela
waktu Bunda yang sibuk dapat membaca surat ini. Ini surat cinta, Bunda!
Layaknya
sebuah surat cinta seorang pemuda lajang kepada kekasih hatinya dalam
menyatakan hasrat cintanya yang memanas dari ubun ubun ulu hatinya yang
sedang berbunga bunga. Lebih kurang beginilah surat ini saya tuliskan
walau nyamuk dan kantuk harus saya lawan demi sebuah surat atas nama
cinta.
Pak Wali, akhir akhir ini kota kita sudah sampai
pada usia yang berpaut delapan ratus lima tahun semenjak kota ini yang
dulunya megah dithe le kaphe penjajah Belanda karena betapa garang dan beraninya hingga seorang Jenderal J.H.R.Kohler tewas ditembak oleh pasukan Aceh.
Banda
Aceh kota yang paling tua di Indonesia. Ada jutaan orang pernah hidup
walau kadang sakit perut tak layak bertahan lalu memaksakan diri
mengemis di lampu merah atau dari warkop ke warkop yang makin ramai
pasca ombak menggulung orang orang kota dan beratus beratus ribu jiwa
menghilang dan harta pusaka. Bala bantuan pun datang selepas ombak ganas
itu dari orang orang yang wajah dan bentuk tubuhnya begitu asing bagi
kita.
Pak Wali juga tahu, Banda Aceh adalah kotanya para
radja dahulu kala. Hingga orang sepakat menyebut dengan Kutaradja pada
masa zaman kerajaan. Banda Aneh, Eh Banda Aceh maksud saya kota yang
ramai nan megah dengan Mesjid Raya Baiturahman. Hingga kemegahannya pada
tahun ini Pak Wali dan beberapa perangkat orang orang cerdik pandai
mengusung judul; Visit Year Banda Aceh 2011, Banda Aceh kota Bandar
Wisata Islami Indonesia. Sepatutnya ini memang layak tapi kurang
bergairah seperti gairah senyum Bunda Illiza dalam setiap pidatonya yang
selalu tersenyum seakan akan dia tak pernah resah dengan masyarakat
kota kita yang tidak sedikitpun menunjukkan prilaku akhlak islami. Orang
orang yang lebih suka berteriak riang dijalan raya, para pemuda pemudi
yang berjalan jalan berdua-duaan sambil berpeluk-pelukan seolah olah
seakan akan kota Banda Aceh ini milik mereka berdua saja. Sedang ramai
orang lain yang bayar pajak dan punya hak jalan yang sama di kota ini.
Itulah kalau orang jatuh cinta, Pak!
Pak Wali, selepas
jabat pelantikan jabatan sebagai Walikota Banda Aceh yang dipilih
langsung oleh rakyat kota yang sudah hampir lima tahun lamanya, saya
melihat tidak ada perubahan yang berarti sama sekali disegala lini.
Gedung gedung mewah dan megah yang dibangun oleh donatur dari luar
kampung kita sebagai hadiah atas laknat amuk air bah sekedar pelengkap
bahagia buat warga kota yang tertimpa musibah. Lihat museum tsunami yang
telah jadi bangkai tak terpakai buat mengenang para korban dan
dahsyatnya gelombang laut 2004 lalu. Walau sampai hari ini ada masih
ramai yang belum mencicipi nikmat musibah itu.
Saya tidak tau pasti apa
kerja bawahan Pak Wali selain mereka aktif mengejar pedagang jalanan
kaki lima atau menangkap anak anak muda remaja yang berpakaian seronoh
yang dicap telah meresahkan masyarakat kota. Sebenarnya resah saya lebih
dalam lagi dari itu, semenjak air laut 2004 lalu, galian parit dan
tumpukan material di pinggir jalan jelas sangat mengganggu ketentraman
warga yang melintas. Ini tak pernah selesai, proyek gali ini ditutup,
lalu bulan depan digali lagi ditempat yang sama dengan isi yang ditanam
tentu sangat berbeda.
Kenapa tidak sekali waktu dikerjakan? Ahai, soal
gali gali memang proyek basah dan lumayan dapat berkah bagi yang menang
proyek ini. Sekarang coba Bapak lihat, ditengah asyiknya Bapak
kampanyekan Visit Year Banda Aceh 2011 dengan slogan; Peumulia Jamee Adat Geutanyoe,
kok saya jadi melihatnya terbalik dari itu. Galian drainase yang memang
sangat mengganggu perkampungan penduduk kota dan pengguna jalan
menandakan Bapak tidak siap dalam mencanangkan tahun kunjungan wisata
ini, hingga slogan itu lebih tepatnya; Jak Ta Peumalee Jamee, Adat Geutanyoe!
Apa
begini marwah kota wisata, Pak!? Kalau ia, Bapak (sepertinya) belum tau
cara menata kota, sedangkan setau saya konsentrasi Bapak sebagai orang
punya pengalaman dalam pembangunan semasa Bapak bekerja di bidang
Pekerjaan Umum (PU). Atau jangan jangan Pak Wali lebih dominan menyebut
kepanjangan PU itu sebagai “Pajoh Ureng?” Semoga saja saya
salah. Ah, Bapak jangan asyik bercanda dong sama Bunda Illiza. Sekali
waktu mari Bapak telusuri dan lihat warkop atau restaurant yang
membanting harga makanan sesuka hari mereka dan ini tak pernah di atur
dengan qanun kota. Belum lagi harga penginapan yang makin tinggi,
bagaimana orang orang akan betah mengunjungi kota tua para radja ini?
Pak
Wali yang tampan dan rajin ibadah nan taat lalulintas. Sekian dulu
surat cinta saya ini ke hadapan Bapak, saya tak berharap banyak jika
kiranya Pak Wali tak sempat membalas surat yang resah gelisah ini. Tapi
harapan saya kiranya ketika waktu luang yang tersisa Pak Wali meluangkan
waktu membaca surat ini. Sudi kiranya Pak Wali tak menaruh dendam atawa
marah pada saya, anggap saja ini adalah sebuah ingatan dan betapa
cintanya saya kepada Pak Wali sebagai juru kritik yang sial. Saya memang
mengenal Pak Wali, walau saya harus menelan pahit karena Pak Wali tak
mengenal saya. Ini memang sialnya saya! Tapi percayalah kita pernah
bertemu dalam sebuah acara dan saya menjabat tangan Pak Wali dengan erat
karena begitu cintanya saya dengan segudang harapan kala tahun pertama
Pak wali menjabat sebagai Walikota.
Walau harap harap
cemas (H2C) saya menulis surat ini disebuah warung kopi yang sedia wifi
gratis hingga ada yang berkehendak kota kita ini jadi kota wifi gratis.
Ini memang begitu ramai di kota kita, Pak Wali. Orang orang yang duduk
di warkop seperti menjadi menu wajib disetiap warung kopi, tidak juga
PNS yang memang lebih santai menghabiskan waktunya di warung kopi dari
pada kerja mengabdi. Tapi seiring internet gratis yang tersedia tak
mengurangi harga mahalnya menu kue dan minuman di warung itu. Saya tak
tau kenapa Pak Wali tak menugaskan orang orang yang disebut pejabat
untuk mendamaikan harga minuman dan makanan di kota kita. Ini juga jadi
alasan orang malas berkunjung ke kota kita, kan Pak!?
Pak
Wali, Saya sedikit takut nantinya akan ditangkap karena surat saya yang
buruk ini, seperti SATPOL PP-tentaranya Pak Wali-menangkap para
gelandangan dan pengemis yang berkeliaran di lampu merah kota kita.
Kalau saya harus mendekam di sel penjara karena menulis surat begini
rupa, ini tidak menjadi sebuah masalah. Karena hidup di penjara adalah
tempat yang aman dan damai bagi orang orang yang ribut dan sakit perut
macam saya, saya tak pernah berharap Pak Wali menyusul jika memang nanti
dituduh dalam sebuah kasus.
Pak wali, Sudahlah! Sudahi
saja jabatan kali ini dengan happy ending. Jangan lanjutkan lagi. Karena
begitu banyak dan ramai orang orang yang menuduh Pak Wali sebagai
walikota gagal dalam menjalankan amanah sebagai walikota Banda Aceh.
Orang orang yang suntuk dan berperangai buruk sering merepet karena air
pet yang macet, listrik yang hidup hidup mati, galian got tak pernah
selesai dan sampah yang masih banyak berkeliaran disetiap sudut kota.
Pak Wali, Sudahi saja kepura puraan ini sambil duduk santai bersila di
teras rumah minimalis yang telah Pak Wali bangun dikawasan Prada. Ada
banyak orang lain yang lebih mampu memimpin dengan gaya yang lebih
merakyat. Saya tak berani sebut siapa mereka, takut saya dicap kampanye
yang semakin dekat. Jabat erat salam dari saya, Pak! Penduduk Prada di
kecamatan Syiah Kuala(*)
No comments:
Post a Comment