KITABMAOP

Untuk Mengingat Dan Melawan Kesepian

Post Top Ad

#hastek

ESSAI (70) BERITA MEDIA (47) CATATAN HARIAN (47) GoBlog (12) PUISI (11) CERPEN (8)

26 September 2014

Begini Efek Kalau Pilkada DPRD

@ilustrasi 

Dini hari semalam kita sebagai rakyat yang hidup di Indonesia telah melihat bagaimana sebuha rapat paripurna berlangsung di gedung megah DPRD yang diikuti oleh para wakil rakyat dari berbagai partai dan daerah seluruh Indonesia. Beberapa kali terjadi debat dan mengarah pada rusuh, dapat kita lihat dan mendengar pandangan para angota DPR kita itu berbicara dengan semua mengatasnamakan rakyat. Pertanyaannya, apakah mereka sudah benar benar mewakili kita sebagai suara rakyat?

Saya tidak menjawab iya atau tidak disini, silakan kalian jawab dalam diri masing masing. ya begitulah perangui anggota DPRI kita. Para orang orang yang dianggap sebagai terhormat. Baik, semalam sudah ditetapkan UU Pilkada ke depan akan dilaksanakan pemiliha kepada daerah yang dipilih oleh anggota DPRD. Tidak lagi dipilih oleh setiap orang rakyat, secara langsung sebagaimana yang terjadi 10 tahun ini.

Lalu apa efek ke depan, jika pemilihan kepada daerah akan dipilih oleh anggota DPRD (di Aceh disebut DPRA/DPRK)? Untuk Aceh, tentu UU Pilkada ini tidak berlaku, karena Aceh sejak 2006 sudah ada UU tentang Pemerintah Aceh (UUPA) yang mengatur kalau kepala daerah dipilih secara langsung, aku lupa bagaimana bunyi pasal itu.

Jika pilkada DPRD dilaksanakan, maka ke depan tidak ada lagi timses yang seramai pilkada langsung, para tukang bikin spanduk akan tidak ada lagi order, omset bisnis mereka akan berkurang. Tukang ikat spanduk para calon kepada daearah juga ngak dapat order lagi. Rakyat tidak lagi menerima kain sarung dan sirup cap patong. Para anak muda tidak lagi dapat jatah makan makan ala potong kambing disetiap desanya.

Rakyat tidak lagi dapat jatah ngopi gratis, karena acara ngopi yang super hebat akan dihadiri oleh para wakil rakyat dikelas hotel mewah. Lobbi lobi para jin akan dilakukan disana. Rakyat cuma bisa makan angin dan minum sangak cap raheung dari luar. Timses yang dibentuk sudah sempit, dair kalangan atas semua. Para pemain elit yang menyediakan uang begitu besar untuk bisa mendapatkan dukungan dari anggota DPRD.


Tidak usah lagi kalian berharap para calon kepala daerah itu akan turun ke masyarakat, tidak perlu lagi kalian harapakan para kepala daerah itu nantinya akan benar benar membangun daerahnya sesuai dengan kepentingan rakyat. Kepala daerah lebih takut kepada DPRD dibandingkan kepada rakyat. Inilah kemunduran bagi kita bangsa yang hidup di Indonesia. Inilah masa kita kembali ke era orde baru. Dan hari ini dapat kita lihat, sisa sisa watak licik suharto masih ada diruang kepala para wakil rakyat DPRI, yang kita saksikan semalam.

Dan untuk Aceh, akan berbeda dan tidak ada efek dari UU Pilkada itu. Solidaritas rakyat Aceh untuk mendukung Pilsung tetap dilaksanakan bagi daerah provinsi lain sangat luar biasa, saya melihatnya di media sosial sejak malam kemarin. Padahal UU Pilkada via DPRD yang disahkan semalam ngak berlaku di Aceh, Aceh tetap dilakukan secara LANGSUNG karena ada UU-PA. Solidaritas rakyat Aceh ini layak kita sebut, Aceh masih cinta NKRI. Artinya Aceh telah benar benar jadi bangsa Indonesia :P []


2 comments:

  1. Iya sangat disayangkan, kalo memang pilkada langsung masih banyak kekurangan ya wajar saja. Kita baru 10 tahun melakukan ini, kedepannya tentu ada banyak perbaikan, apalagi melihat partisipasi masyarakat dalam Pilpres kemaren.

    Saya menolak politik uang, tapi setidaknya uang yg beredar pada masyarakat lebih berguna untuk mereka, dibandingkan uangnya beredar di anggota DPRD..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, saya sangat setuju dengan komentar Erick, biarlah kalau pilkada langsung, minimal masyarakat merasakan sekali perputaran uang, misalnya dapat sirup, kain sarung dan bantuannya lainnya dari calon. yang penting, ambil barangnya, jangan pilih orangnya :)

      Delete