Tabloid Detak Unsyiah - September 2009
Sahut sahutan suara
jangkrik ketakutan
Sepi itu menyeruak
dalam desah angin malam
Sesaat aku terbayang
Seolah olah seakan
akan
Wajah ibu dalam gelap
malam
Sepi kurindu saat
hati ini di balut kegelisahan.
Perempuan setengah
abad itu memberikan jiwa dalam lukaku
Sayup sayup ku
mendengar suara ibu
Jika hari terakhir
dalam hidup kehidupannya
Ia menatap ke arahku
yang berkeruh
“Apa Ibu ingin
berkata sesuatu?” Gumamku dalam hati saat itu.
Dua puluh tujuh tahun
sudah ia menemaniku
Bayang suka duka
menyelimuti hidup kami
Sembilan bulan dalam
menjejak langkah kakinya dimuka bumi, berat sekali!
Membawaku serta saat
ia menunjukkan pada tetangga.
Ia bangga.
Itu, dua puluh tujuh
tahun lalu.
Merantau ke negeri
entah berantah.
Pejabatnya kurang
sedap pada rakyat.
Seperi tikus
bersarang dalam lumbung padi.
Hati mereka tak
pernah merasa sepi
Berguru pada Syiah
Kuala
Berdesak desak dalam
bus armada
Pulang pergi melawan
segala malas dan lupa
Untuk menggapai cita
cita
Agar hidup berguna,
tentunya!
“Itu yang pakai baju
toga anak saya”
Inginku ucapan itu
keluar dari mulut ibu
Melihatku tersenyum
menitikkan air mata bahagia
Tak kala suatu waktu
aku diwisuda
Berpeluh keringat ibu
ke sawah
Belum mampu ku balas sudah.
Menuai padi agar ku
bisa sekolah
Tujuh tahun sudah,
tapi belum juga ia menatapku
Saat Rektor menyalami suatu waktu di depan para teman
sejawat seru sekalian.
Ibu,
malam ini saya kadang masih bisa tersenyum, tertawa
Walau
rindu begitu menyiksa
Bersenda
gurau meski badan terasa lelah
Bagaimana
dengan Ibu?
Apa
ibu sedang berjuang dalam sakaratul maut?
Ketika
Izrail menghentakkan nyawa ibu
dan
ketika kusadari Ibu telah tiada dan
pergi jauh sekali!
Ibu,
maafkanlah
dosaku, ampunilah anakmu
ingin
malam ini kucium tanganmu ibu
menangis
sekeras kerasnya kalau aku telah banyak berdosa
belum
mengabdi padamu.
Ibu, maaf saya belum
sarjana
Tapi saya akan meraihnya!
(Kamar Kumuh, 23
Desember 2009)
No comments:
Post a Comment