@net |
Jelang pemilu legislatif (pileg) 2014, berbagai terpaan isu dan wacana mencuat dari partai politik, menarik simpati dari rakyat sebagai pemilik mandat kekuasaan tertinggi di Republik Indonesia. Serangan untuk parpol tidak saja terjadi dari luar partai, tetapi juga dari internal partai sendiri. Berebut simpati dari atas dan kalangan bawah. Sikap partai politik yang saling serang dan salahkan partai lawannya tentu lazim terjadi. Belum selesai kasus tentang ketidakbetulnya pelantikan Wakil Walikota Surabaya dan Wacana mundur Walikota Surabaya mencuat isu sadap Gubernur DKI Joko Widodo dan sadap di rumah Megawati Sukarnoputri, Ketua Umum PDI-Perjuangan. Isu itu digemborkan ke media oleh Tjahyo Kumulo, Sekjend PDIP.
Apakah isu sadap-sadap itu erat kaitannya dari sikap elit PDIP untuk mengalihkan isu Risma mundur dan dizalimi oleh petinggi PDIP di Surabaya? Jika saja Risma mundur, maka besar kemungkinan akan berbahaya bagi perolehan suara PDIP pada pemilu legislatif 9 April 2014 nantinya. Publik hari ini sudah berpihak kepada Risma. Risma sedang melawan “Banteng Surabaya.”
Liputan Majalah Tempo Edisi 17-23 Februari 2014 tentang wacana mundurnya Walkot Surabaya Tri Rismaharini yang blak-blakan menyebutkan ketidak beresan dalam pemilihan hingga dilantiknya Wakil Walikota Wishnu Sakti. Berbagai media mengulas berbagai sisi soal kenapa Risma mewacanakan mundur dari jabatannya sebagai Walikota Surabaya. Dari soal Risma yang tidak menyetujui pembangunan jalan tol di kota Surabaya, hingga tekanan politik dari berbagai pihak yang memaksakan kepentingan politknya.
Risma lahir dari kalangan birokrasi. Jabatan terakhirnya sebelum terpilih sebagai Walikota adalah Kadis Kebersihan dan Pertanaman Kota Surabaya. Risma dicalonkan sebagai Calon Walikota berpasangan dengan Bambang DH, Walikota Surabaya periode sebelumnya. Mereka diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pasangan ini terpilih sebagai Wali-Wakil Walikota Surabaya dengan perolehan suara mencapai 38 persen lebih. Mereka dilantik akhir tahun 2010.
Kabar mengejutkan pada pertengahan 2013, Wakil Walikotanya Bambang DH mundur karena mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Jawa Timur pada akhir 2013 lalu.
Risma bukanlah seorang politisi, alumni Jurusan Arsitektur Institute Teknologi Sepuluh November (ITS) itu menjadi Pegawai Negeri Sipil di Surabaya. Dari situlah karirnya untuk dibangun hingga sekarang ini menjadi Walikota. Karya-karya nyata berpihak pada kota dan warga cukup signifikan dilakukan ketika ia menjabat sebagai Kadis Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.
Kesuksesan Risma yang merakyat menarik disimak dan menjadi inspirasi untuk pemimpin kota lainnya. Pekan lalu itu ia terpilih sebagai Walikota terbaik dunia dari lembaga international, The City Mayors Foundation sebagai Mayor Of The Month February 2014.
Awal Februari lalu. Mata Najwa, Sebuah acara talkshow isu-isu politik dan pemerintahan di Metro TV yang dibawakan oleh Najwa Shihab mengundang Risma sebagai narasumber. Risma bicara blak-blakan dan sesekali dia menangis. Tampak berat sekali tekanan politik yang ia terima dari mafia-mafia politik di Surabaya dan Jakarta.
Risma mencatat sejarah penting di Kota Pahlawan itu, ia terpilih sebagai Walikota wanita pertama sepanjang sejarah Kota Surabaya. Prestasinya yang paling bergengsi menjadikan Surabaya memperoleh penghargaan tingkat Asia-Pasifik dalam Future Goverment Award 2013 dengan menyisihkan 800 kota diseluruh Asia-Pasifik. Ini menjadi prestasi yang cukup menggembirakan bagi warga Surabaya khususnya dan Indonesia secara umum.
Risma yang blak-blakan membongkar hal ganjil tentang kondisi kepemimpinannya di Mata Najwa, menarik simpati publik via media sosial kian ramai kepada Risma. Risma pernah mau disogok 8 Miliyar oleh orang yang suruhan pihak tertentu untuk melunakkan hatinya menyetujui proyek tol di tengah kota. Dia menolak dan mengusir orang ke luar ruangannya.
Wishnu Wawalkot Surabaya yang dilantik Mendagri sebagai pengganti Bambang DH diduga cacat hukum oleh Risma. Ada pemalsuan tandatangan panitia pemilihan pada saat pengusulan berkas ke Mendagri. Penetapan Wishnu yang juga Ketua PDIP Surabaya bermuatan politis. Risma tidak diajak berembuk dalam pemilihan itu. Ia merasa tak dihargai.
Wishnu bukan orang baru di PDIP, darah “bantengnya” telah ada sejak kecil. Wishnu anak dari Almarhum Sutjipto (Mantan SekJend PDIP) tentu saja punya kekuatan yang cukup kuat sebagai anak ideologis mantan petinggi PDIP. Senioritas dan jasa almarhum Bapaknya untuk partai yang masih cukup kuat berpengaruh. Sedangkan Risma baru anak ‘banteng’ kemarin sore. Bukan sepenuhnya sebagai kader PDIP. Ia menjalankan mandat rakyat yang telah memilihnya 3 tahun lalu. Tentu saja banyak pihak pihak yang tidak senang dengan gaya kepemimpinanya yang tidak pandang bulu, setiap kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat, ia tak sungkan untuk melawan ‘arus’ kepentingan partai pengusungnya.
Jika Risma jadi mundur sebagai Walikota Surabaya, ini akan sangat berefek terhadap perolehan suara PDIP pada pemilu legislatif nantinya. Risma telah mendapat simpati publik yang luar biasa akibat pemberitaan media. Si twitter bahkan terdapat hastag #SaveRisma sebagai dukungan publik kepadanya. Beruntung Ketua PDIP Megawati sudah turun tangan mengatasi persoalan kisruh internal partainya. Jika tidak, maka siap-siap PDIP kehilangan banyak suara di pileg nantinya. []
No comments:
Post a Comment