Beberapa hari lalu, saya kehilangan sandal di masjid. Ini bukan pertama kali tragedi kehilangan alas kaki saat ke masjid. Anda mungkin juga pernah dan bahkan sering mengalaminya. Sangat menyebalkan sekali, harus pulang dengan kaki telanjang hingga sampai di rumah. Saya sangat yakin Allah tau siapa yang mengambil sandal saya di masjid. Apalagi sandal favorit kita, sandal kebanggaan. Jikapun sandal saya tertukar, saya sudah memaafkan. Tapi tidak akan bisa saya lupakan. Pernahkah Anda kehilangan sandal atau sepatu sewaktu salat atau singgah di sebuah masjid?
Jika iya, maka mungkin saja pernah menemukan atau
membaca pesan yang sepertinya membuat Anda akan ikhlas atau ridha ketika hilang
sandal di masjid: kehilangan sandal di masjid hanyalah musibah kecil, musibah
besar itu ketika sandal kita tidak pernah kelihatan ada di masjid. Membaca pesan ini membuat hati saya sedikit terhibur.
Saya lebih tenang atau sekadar ridha atas kehilangan alas kali. Saya berpikir,
bisa saja sandal saya tertukar atau diambil dengan sengaja oleh orang lain.
Bukan dicuri. Agar hati ini lebih ikhlas kehilangan barang milik sendiri.
Bicara tentang sandal kita sewaktu ke masjid,
alangkah lebih baiknya kita juga perhatikan etika dan akhlak dalam meletakkan
sandal/sepatu. Kerap kali sewaktu salat berjamaah ke masjid, saya lebih sering
memperhatikan bagaimana tingkah laku para pengunjung / jamaah yang melaksanakan
salat berjamaah. Apalagi pada waktu salat jumat tiba. Ini waktu di mana jumlah
jamaah akan bertambah berkali lipat dibandingkan pada salat berjamaah lima
waktu lainnya. Banyak masjid yang bahkan melarang para jamaah meletakkan sandal
di anak tangga masjid, demi menjaga area suci tempat beribadah tapi diletakkan
di halaman atau disediakan tempat khusus.
Kita kerap menemui semacam tulisan imbauan atau
larangan meletakkan sandal di anak tangga masjid. Stop sandal/sepatu. Dilarang
meletakkan sandal di tangga dan pesan lainnya demi ketertiban dan kenyamanan
bersama agar lebih tertib dan teratur.
Ketika saya perhatikan, jamaah yang datangnya
lebih awal -ketika khatib belum naik ke mimbar- yang meletakkan sandalnya di dekat anak tangga
masjid akan berisiko sandalnya terinjak-injak oleh jamaah yang datang terlambat.
Selanjutnya akan disusul oleh para jamaah lainnya baik yang masbuk atau telat
datang karena satu dan lain alasannya. Sandal sandal yang berjejeran itu
kemudian menjadi tidak tertib, berserakan di anak tangga masjid. Anehnya, para
jamaah yang masbuk ini tanpa merasa berdosa menginjak-injak sandal orang lain,
tanpa merasa bersalah.
Apakah kita yakin sandal kita bersih dari najis,
kotoran anjing atau kucing? Hingga kita berani menginjak sandal orang lain yang
lebih dulu meletakkannya dengan rapi? Jika sedang kondisi hujan, maka sandal
kita yang terinjak injak itu bukan main kotornya. Saya pernah melihat seorang
kakek, yang merepet karena sandalnya kotor terinjak injak oleh sandal para
jamaah yang lain. Menyedihkan sekali akhlak kita, niat mulai dari rumah ke
masjid untuk beribadah tapi mengganggu kenyamanan para jamaah yang lainnya.
Secara penampilan, saya melihat pelaku yang
injak-injak sandal orang lain ini adalah orang yang berpakaian rapi dan
menggunakan baju khusus beribadah ke masjid. Niat mulia ke masjid untuk
beribadah melaksanakan salat jumat akan tidak dapat barokahnya karena tingkah
buruk kita menginjak sandal orang lain.
Maka secara kasat mata, saya bisa simpulkan bahwa secara akhlak dan
etikanya menuju ke masjid tidak punya
adab sopan dan santun.
Memang, ini hal yang sangat sederhana sekali bagi
Anda yang tidak peduli akan apa yang terjadi pada sandal orang lain yang Anda
injak. Pertanyaannya adalah, apakah Anda yakin alas sandal atau sepatu yang
Anda pakai itu terbebas daripada najis yang kemudian bisa membuat sandal orang
lain juga terkena najis? Saya yakin, hal sebaliknya juga Anda akan sangat kesal
begitu seusai salat, saat memakainya, sandal Anda sudah kotor seperti mobil
yang baru saja selesai offroad []
dimuat di Tabloid Mingguan GEMA Baiturrahman, Jumat 4 Februari 2022
No comments:
Post a Comment